"S E T R I K A " Biar tangan Allaah yang mendatangkan pelanggannya."

Maya merenung. Ia menggenggam erat selembar uang merah. Uang satu-satunya yang tersisa. Dan di dapur hanya ada 6 kaleng susu beras. Untuk dua hari masih cukup. Apa yang harus ia lakukan? Ini sudah bulan ke empat bagi suaminya diputus kontrak dari pekerjaannya sebagai guru ekstra kurikuler di sebuah yayasan.

Pandemi jadi penyebab. Praktis, suaminya nganggur. Suaminya bukan tidak berusaha mencari alternatif pekerjaan lain. Tapi memang tidak semudah itu mencari pekerjaan. Semua bidang terkena dampak pandemi. Penyusutan tenaga kerja terjadi dimana-mana.

Suaminya banting stir ikut jadi tukang ojol dengan penghasilan tak pasti. Sedangkan kontrakan rumah, tagihan listrik dan perut yang mesti diisi itu sudah pasti. Maya menarik napas, memejamkan matanya lalu menghembuskan napas sambil mulutnya melafalkan 'lahaula wala quwwata illabillaah'.

"Engkau Maha Kaya ya Rabb. Aku tidak takut menjadi hamba Yang Maha Kaya. Engkau tidak akan membiarkan kami kesusahan. Aamiin."

"Dek.." Sebuah suara menyadarkan Maya dari lamunannya. Suaminya, mengenakan jaket hijau berdiri menjinjing helm.

"Mas mau berangkat? Sarapannya sudah dihabiskan?" Maya menarik suaminya untuk duduk 

"Duduk dulu. Aku mau bicara Mas."

"Ada apa, Dek?"

"Mas ridho nggak kalau aku buka jasa setrika?" Maya berucap hati-hati khawatir membuat suaminya tersinggung.

"Maksudmu?"

"Aku nggak tega melihat Mas ngojek dari pagi sampai malam. Hasilnya nggak menentu. Bukan tidak bersyukur, Mas. Aku ridho menjalani. Tapi apa salahnya aku juga membantu mencari nafkah dari rumah..."

"Dengan menyeterika baju orang-orang? Serius kamu, Dek? Nggak malu?"

Mata suaminya menyipit. Seakan meragukan. Maya menggeleng mantap.

"Mengapa malu?"

"Kamukan sarjana, Dek?"

"Mas juga sarjana, Mas nggak malu jadi tukang ojek?" Maya balik bertanya.

"Mas nggak malu. Menjadi tukang ojek'kan halal. Yang penting bisa menafkahi anak isteri."

"Nah itu Mas tahu.."

"Tapi, Dek.. Beneran kamu ridho?"

"Iya. Aku sudah pikirkan masak-masak. Kontrakan kita tiga bulan lagi habis. Kita tidak punya uang tabungan. Aku harus bantu kamu, Mas. Jasa setrika itu bisa kukerjakan dari rumah. Modalnya nyaris tidak ada. Minim resiko. Kalau usaha lain, jualan makanan misalnya, kita butuh modal walau tidak besar dan resiko tidak lakunya juga tinggi. Untuk saat ini tidak mungkin kita lakukan."

Suaminya geming.

"Ridho ya Mas? Jasa setrika itu hanya pintu, Mas. Biar tangan Allaah yang mendatangkan pelanggannya."

Mata suaminya berkaca-kaca."Bukan hanya ridho, Dek. Mas hanya terharu. Kamu mau membersamaiku di jalan yang sulit ini. Semoga usahamu berkah dan berhasil ya, Sayang." 

"Aamiin..."

"Mas pergi ya? Doakan banyak rezeki.."

Untuk kali kedua, Maya mengamini. Selepas suaminya pergi, Maya bergegas memasang postingan whatsapp "Bismillaah. Promo jasa setrika perkilo 4000. Setrika lebih dari 10 kilo bisa antar jemput gratis. Langsung japri ya!"

Postingan itu ia bagikan juga di grup RT dan akun fesbuknya. Dengan sepenuh keyakinan ia letakkan gawainya lalu pergi ke warung untuk membeli beras 5 kilo, seliter minyak goreng dan beberapa butir telur. Tersisa 15 ribu saja uang yang ia punya. Tapi ia tak takut mengarungi hidup. Ia yakin pada Tuhan-nya yang Maha Kaya.


"Eh, Mbak Maya!" sebuah suara meletus dari balik pagar putih saat ia melintas. Rupanya Bu Farida, tetangganya yang seorang dosen di salah satu universitas swasta. Maya menghentikan langkah. Menyunggingkan senyum termanis.

"Iya, Bu?"

"Saya sudah WA tadi. Tapi masih belum kebaca. Bisa sekalian bawa ya kainnya? Sudah numpuk lama di keranjang belum sempat-sempat disetrika." Sambil membuka pagar, Bu Farida menjinjing dua kantong besar kain yang mau disetrika.

"Allahu Akbar," bisik Maya. Hatinya dipenuhi syukur. Belum seperempat jam 'usahanya dibuka' sudah dapat pelanggan pertama.

"Bisa selesai sore Mbak? Ada beberapa baju yang harus dipakai besok pagi."

"InsyaaAllaah bisa, Bu. Saya bawa ya!" Maya mengambil alih kantong besar itu. 

"Ini sekalian uangnya. Khawatir sore saya nggak ada di rumah. Nanti titip sama Alika kalau saya nggak ada," Bu Farida mengangsurkan dua lembar uang seratus ribu. Dengan terus mengucap asma Allaah, Maya menerima rezekinya.

"Ini uangnya kebanyakan sepertinya, Bu."

"Timbang saja dulu kainnya. Sepertinya lebih dari 30 kilo itu. Kalau kurang bilang ya, kalau lebih untuk Mbak Maya saja. Beli minum habis menyetrika'kan haus," Bu Farida tersenyum. MasyaaAllaah. Setelah mengucapkan terima kasih Maya segera berlalu.

Semangat menyala dalam hatinya. Sesampai dirumah, ia segera menimbang kain Bu Farida. 40 kilo kurang dua garis. Uangnya masih tersisa banyak. Maya berinisiatif menyimpan kembalian Bu Farida sebagai deposit untuk bayaran setrika selanjutnya. Ucapan syukurnya kian membuncah manakala melihat notifikasi di whatsapp-nya sudah ramai yang meminta jasa setrikanya.

Maya segera mengetik pesan untuk sang suami.

"Assalammualaikum, Mas. Ada orderan ojek?"

"Belum, Dek. Masih nunggu depan Setia Budi. Ada apa?"

"Oh, dekat. Bisa pulang? Bantu aku dulu, yuk? Jemputin kain-kain pelanggan perdana kita." Emot nangis dan haru.

Alhamdulillaah. Sang suami bergegas memutar arah untuk mendukung usaha isterinya. Isteri yang pandai bersyukur apapun kondisi dan keadaannya. Isteri yang tak pernah mengeluh memberatkannya. Yang tak malu turut membantu mengupayakan rezeki selagi halal dan mengesampingkan gelar universitasnya. Isteri yang padanya ia berjanji tidak akan ia singkirkan dan tak tergantikan oleh perempuan manapun yang mencoba menggodanya.

Hari itu, hari perdana Maya membuka usaha jasa setrika, mereka mengumpulkan berat kain 120 kilo. Dikalikan 4000/kilo Maya mengantongi pemasukan 480rb. Sebuah angka yang sangat besar yang berbeda jauh dari pemasukan suaminya sebagau ojol.

"Tuh Mas, lihat. Penghasilan hari pertama kita. Jasa setrika ini hanya keran saja. Hanya pintu rezeki. Besar tidaknya rezeki yang mengalir itu kita berserah dan tawakal padaNya. Yang jelas tugas kita adalah berikhtiar iman maksimal. Sisanya biarkan tangan Allaah yang bekerja."

Suami Maya merengkuh istrinya ke pelukannya. Jarum jam sudah menunjukkan pukul 23.00.

suaminya. (*)

Dalam keadaan tertentu, perempuan tak jarang justru punya kekuatan inisiatif menyangga jalannya perekonomian keluarga. Salam sayang untuk perempuan-perempuan hebat diluaran sana! 


PENULIS:Mutia JurnaLis

#realstory

#halalshare


0 Response to ""S E T R I K A " Biar tangan Allaah yang mendatangkan pelanggannya.""

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel